KISAH MANFAAT


HUKUMAN YANG TIDAK TERASA

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

Seseorang murid mengadu kepada gurunya:

" Ustadz, betapa banyak kita berdosa kepada Allah serta tidak menunaikan hakNya sebagaimana mestinya, tetapi aku kok tidak lihat Allah menghukum kita???"

Si Guru menanggapi dengan tenang:

" Betapa kerap Allah menghukummu tetapi engkau tidak terasa"

" Sebetulnya salah satu hukuman Allah yang terbanyak yang dapat menimpamu wahai anakku, yakni:

Sedikitnya taufiq( kemudahan) buat mengamalkan ketaatan serta amal amal kebaikan"

Bukanlah seorang diuji dengan bencana yang lebih besar dari" kekerasan hatinya serta kematian hatinya".

Bagaikan contoh:

Sadarkah engkau, kalau Allah sudah mencabut darimu rasa senang serta bahagia dengan munajat kepadaNya, merendahkan diri kepadaNya, menyungkurkan diri cuma kepadaNYA?

Sadarkah engkau tidak dikasih rasa khusyuk dalam shalat..?

Sadarkah engkau, kalau sebagian hari hari mu sudah lalu dari hidup kamu, tanpa membaca Al- Quran, sementara itu engkau mengenali jika itu merupakan firman ataupun perkataan penciptamu sebagaimana

Allah SWT berfirman:

لَوْ أَنْزَلْنَا هٰذَا الْقُرْآنَ عَلٰى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللهِ

وَتِلْكَ الْأَمْثٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

LAU ANZALNAA HAAZAL- QUR`AANA ALAA JABALIL LARO`AITAHUU KHOOSYIAM MUTASHODDIAM MIN KHOSY- YATILLAAH, WA TILKAL- AMSAALU NADHRIBUHAA LIN- NAASI LAALLAHUM YATAFAKKARUUN

" Sekiranya Kami turunkan Al- Quran ini kepada suatu gunung, tentu kalian hendak melihatnya tunduk terpecah- belah diakibatkan khawatir kepada Allah. Serta perumpamaan- perumpamaan itu Kami buat buat manusia supaya mereka berpikir."( QS. Al- Hasyr 59: Ayat 21)

Tetapi engkau tidak tersentuh dengan Ayat Ayat Al- Quran, seolah engkau tidak mencermatinya...

Sadarkah engkau, sudah lalu sebagian malam yang panjang lagi engkau tidak melaksanakan Qiyamullail di hadapan Allah, meski terkadang engkau tidur sampai larut malam...

Sadarkah engkau, kalau sudah lalu atasmu masa masa kebaikan semacam: Ramadhan.. 6 hari di bulan Syawwal.. 10 hari awal bulan Dzulhijjah, dst.. tetapi engkau belum diberi taufiq buat memakainya sebagaimana mestinya..??

Hukuman apa lagi yang lebih berat dari itu..???

Kala engkau merasakan beratnya mengamalkan banyak ketaatan amal ibadah..???

Allah menahan lidahmu buat berdzikir, beristighfar, membaca al- quran serta berdoa kepadanya..???

Terkadang engkau merasakan kalau engkau lemah di hadapan hawa nafsu..???

Hukuman apa lagi yang lebih berat dari seluruh ini..???

Sadarkah engkau, malah yang di mudahkannya bagimu merupakan wujud wujud kezdaliman mengunjing, mengumpat, mengadu domba, berdusta, memandang rendah orang lain dan bahagia memandang serta memandang kepada yang haram haram..???

Sadarkah engkau, kalau Allah membuat kamu kurang ingat kepada Akhirat, kemudian Allah menjadikan dunia bagaikan atensi terbesarmu serta ilmu paling tinggi..???

Seluruh wujud pembiaran tersebut dengan bermacam wujudnya yg melalaikan dirimu, semacam seperti itu sebagian wujud hukuman Allah kepadamu, lagi engkau tidak menyadarinya...

Waspadalah, supaya engkau tidak terjatuh ke dalam dosa dosa serta meninggalkan kewajiban kewajiban. Sebab hukuman yang sangat ringan dari Allah terhadap hambaNya yakni:

" Hukuman yang terasa" pada harta, istri ataupun anak, ataupun kesehatan.

Sebetulnya hukuman terberat yakni:" Hukuman yang tidak terasa" pada kematian hati, kemudian kita tidak merasakan nikmatnya ketaatan, serta tidak merasakan sakitnya dosa.

Sebab itu perbanyaklah di sela sela harimu amalan kebaikan serta beristighfar, mudah- mudahan Allah Swt senantiasa menghidupkan hati kita. 

~~~ Aamiin ~~~



Hukuman Allah Yang Nyata Namun Kita Tidak Merasa | KISMATku



RASULULLAH S. A. W. BERSABDA:

" Siapa yg tubuh- nya tumbuh dari yg haram, maka dia lebih layak jadi umpan api neraka"

Seseorang lelaki yang shaleh bernama Tsabit bin Ibrahim lagi berjalan di pinggiran kota Kufah. Seketika ia memandang Suatu apel jatuh keluar pagar suatu kebun buah- buahan.

Memandang apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, terlebih di hari yang panas serta tengah kehausan. Hingga tanpa berfikir panjang dipungut serta dimakanlah buah apel yang lezat itu, hendak namun baru setengahnya di makan ia teringat kalau buah itu bukan miliknya serta ia belum menemukan izin pemiliknya.

Hingga dia lekas berangkat kedalam kebun buah- buahan itu hendak menemui pemiliknya supaya memohon dihalalkan buah yang sudah dimakannya. Di kebun itu dia berjumpa dengan seseorang lelaki.

Hingga langsung saja ia mengatakan," Saya telah makan separuh dari buah apel ini. Saya berharap kamu menghalalkannya".

Orang itu menanggapi," Saya bukan owner kebun ini. Saya penjaganya yang ditugaskan melindungi serta mengurus kebun ini".

Dengan nada menyesal Tsabit bin Ibrahim bertanya lagi," Dimana rumah pemiliknya? Saya hendak menemuinya serta memohon supaya dihalalkannya apel yang sudah ku makan ini."

Pengurus kebun itu memberitahukan," Apabila engkau mau berangkat kesana maka engkau mesti menempuh perjalanan satu hari semalam".

Tsabit bin Ibrahim berniat hendak berangkat menemui sang pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu," Tidak mengapa. Saya bakal senantiasa berangkat menemuinya, walaupun rumahnya jauh. Saya sudah memakan apel yang tidak halal bagiku sebab tanpa izin pemiliknya. Bukan- kah Rasulullah s. a. w. telah memperingat- kan kita lewat sabda- nya:" Siapa yg tubuh- nya tumbuh dari yg haram, maka dia lebih layak jadi umpan api neraka"

Tsabit bin Ibrahim berangkat pula ke rumah pemilik kebun itu, serta setiba di situ ia langsung mengetuk pintu. Sehabis sang pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung berikan salam dengan sopan, seraya mengatakan,

" Wahai tuan yang pemurah, aku telah terlanjur makan separuh dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Sebab itu maukah tuan menghalalkan apa yang telah ku makan itu?"

Lelaki tua yang terdapat dihadapan Tsabit mengamatinya dengan teliti. Kemudian ia mengatakan seketika," Tidak, saya tidak boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat."

Tsabit bin Ibrahim merasa takut dengan syarat itu sebab khawatir dia tidak bisa memenuhinya.

Hingga lekas dia bertanya," Apa syarat itu tuan?" Orang itu menanggapi," Engkau mesti menikahi putriku!"

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud serta tujuan lelaki itu, hingga ia mengatakan," Apakah sebab hanya saya makan separuh buah apelmu yang keluar dari kebunmu, saya mesti menikahi putrimu?"

Namun pemilik kebun itu tidak mempedulikan persoalan Tsabit bin Ibrahim. Dia malah menambahkan, katanya,

" Saat sebelum perkawinan dimulai engkau mesti ketahui dahulu kekurangan- kekurangan putriku itu. Ia seseorang yang buta, bisu, serta tuli. Lebih dari itu dia pula seseorang yang lumpuh!"

Tsabit bin Ibrahim amat kaget dengan penjelasan sang pemilik kebun. Ia berfikir dalam hatinya, apakah wanita semacam itu pantas ia persunting sebagai istri gara- gara separuh buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya?

Setelah itu pemilik kebun itu melaporkan lagi," Selain syarat itu saya tidak bakal menghalalkan apa yang sudah kau makan!"

Tetapi Tsabit bin Ibrahim setelah itu menanggapi dengan mantap,

" Saya bakal menerima pinangannya serta perkawinanya. Saya sudah berniat akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul alamin. Untuk itu saya bakal penuhi kewajiban- kewajiban serta hak- hakku kepadanya sebab saya amat berharap Allah senantiasa meridhaiku serta mudah- mudahan saya bisa menambah kebaikan- kebaikanku di sisi Allah Taala".

Hingga perkawinan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan 2 saksi yang bakal melihat akad nikah mereka. Setelah perkawinan selesai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya.

Kisah Tsabit Bin Ibrahim, Pemuda Dengan Sebuah Apel | KISMATku



SEBONGKAH EMAS BERTEMU DENGAN SEBONGKAH TANAH

SEBONGKAH EMAS Berjumpa DENGAN SEBONGKAH TANAH

Emas mengatakan pada tanah,“ Coba amati pada dirimu, suram serta lemah, apakah engkau mempunyai sinar mengkilat semacam saya? Apakah engkau berharga semacam saya?”

Tanah menggelengkan kepala serta menanggapi,“ Saya dapat menumbuhkan bunga serta buah, dapat menumbuhkan rumput serta tumbuhan, dapat menumbuhkan tumbuhan serta banyak yang lain, apakah kamu mampu?”

Emas pula terdiam seribu bahasa!

Ketika Emas Bertemu Dengan Tanah | KISMATku



SEJARAH HARI RAYA IDUL ADHA

Pada sesuatu hari, Nabi Ibrahim a. s menyembelih kurban fisabilillah berupa seribu ekor domba, tiga ratus ekor sapi, serta seratus ekor unta.

Banyak orang mengagumi- nya, malahan para malaikat- pun takjub atas kurban- nya.

“ Kurban sejumlah itu bagiku belum apa- apa. Demi Allah! Seandainya saya mempunyai anak lelaki, tentu bakal saya sembelih sebab Allah serta saya kurbankan kepada- Nya,” kata Nabi Ibrahim a. s, Selaku ungkapan karna siti Sarah r. a, istri Nabi Ibrahim a. s belum pula mengandung. Setelah itu siti Sarah r. a mengusulkan Ibrahim a. s supaya menikahi siti Hajar r. a, budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir.

Pada saat berada di wilayah Baitul Maqdis, Ia Nabi Ibrahim a. s berdoa kepada Allah supaya dikaruniai seseorang anak, serta doa Beliau dikabulkan Allah.

Ada yang menyatakan dikala itu umur Nabi Ibrahim mencapai 99 tahun.

Dan karna demikian lamanya sehingga anak itu diberi nama Ismail, maksudnya" ALLAH TELAH MENDENGAR".

Selaku ungkapan ke- gembiraan karna akhir- nya mempunyai putra, Seakan Nabi Ibrahim berseru:" ALLAH MENDENGAR DOAKU".

Kala umur Ismail memijak kira- kira 7 tahun( ada yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke- 8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim bermimpi terdapat seruan,

“ Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu( janjimu).”

Pagi harinya, Ia Nabi Ibrahim a. s pun berpikir serta merenungkan makna mimpinya tadi malam.

Apakah mimpi itu dari Allah ataupun dari setan?

Dari sinilah setelah itu bertepatan pada 8 Dzulhijah disebut sebagai hari TARWIYAH( maksudnya: BERPIKIR/ MERENUNG).

Pada malam ke- 9 di bulan Dzulhijjah, Ia bermimpi sama dengan sebelumnya.

Pagi harinya, Ia ketahui dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah.

Dari sinilah hari ke- 9 Dzulhijjah disebut dengan hari‘ ARAFAH( maksudnya: MENGETAHUI),

serta bertepatan pula waktu itu Ia tengah berada di tanah Arafah.

Malam selanjutnya lagi, Ia mimpi lagi dengan mimpi yang sama.

Hingga, keesokan harinya, Ia bertekad untuk melangsungkan nazarnya itu.

Karna itulah, hari itu disebut denga hari YAUMUN NAHR( HARI MENYEMBELIH KURBA).

Dalam riwayat lain diterangkan, pada saat Nabi Ibrahim a. s bermimpi buat yang pertama kalinya, sehingga Ia memutuskan domba- domba berisi, sejumlah 100 ekor buat disembelih sebagai kurban. Mendadak api datang menyantapnya. Ia mengira kalau perintah dalam mimpi telah terpenuhi.

Untuk mimpi yang kedua kalinya, Dia memilah unta- unta berisi sejumlah 100 ekor buat disembelih sebagai kurban. Seketika api datang menyantapnya, dan Dia mengira perintah dalam mimpinya itu sudah terpenuhi.

Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah- olah terdapat yang menyeru,

“ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu supaya menyembelih putramu, Ismail a. s.”

Dia Nabi Ibrahim terbangun mendadak, langsung memeluk Ismail a. s serta menangis hingga waktu Subuh datang.

Untuk melakukan perintah Allah tersebut, Dia Nabi Ibrahim a. s menemui istrinya terlebih dulu, siti Hajar r. a( bunda Ismail a. s).

Dia Nabi Ibrahim a. s mengatakan,“ Dandanilah putramu dengan baju yang sangat bagus, karena Dia bakal kuajak untuk bertamu kepada Allah.”

Siti Hajar r. a pula segera mendandani Ismail a. s dengan baju sangat bagus dan meminyaki serta menyisir rambutnya.

Setelah itu Dia Nabi Ibrahim a. s bersama putranya berangkat menuju ke sesuatu lembah di wilayah Mina dengan membawa tali serta sebilah pedang.

Pada disaat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya serta belum pernah sesibuk itu. Mondar- mandir ke sana ke mari. Ismail r. a yang melihatnya lekas mendekati bapaknya.

“ Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan serta lucu itu?” seru Iblis.

“ Benar, tetapi saya diperintahkan untuk itu( menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim a. s.

Sesudah gagal membujuk bapaknya, Iblsi juga datang menemui ibunya, siti Hajar r. a.

“ Kenapa kau cuma duduk- duduk tenang saja, sementara itu suamimu membawa anakmu buat disembelih?” goda Iblis.

“ Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seseorang bapak menewaskan anaknya?” jawab siti Hajar r. a.

“ Kenapa Dia membawa tali serta sebilah pedang, jika bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.

“ Untuk apa seseorang bapak menewaskan anaknya?” jawab Hajar r. a balik bertanya.

“ Dia menyangka kalau Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.

“ Se- orang Nabi tidak bakal di- tugasi untuk berbuat ke- batilan. Seandai- nya itu benar, nyawa- ku sendiri- pun siap dikorban- kan demi tugas- nya yg mulia itu, terlebih cuma dgn mengurban- kan nyawa anak- ku, hal itu belum berarti apa- apa!” jawab Hajar r. a dgn mantap.

Iblis gagal untuk ke- dua kali- nya, tetapi dia tetap ber- usaha untuk menggagal- kan upaya penyembelihan Ismail a. s itu.

Hingga, dia juga mendatangi Ismail a. s seraya membujuknya,

“ Hai Isma’ il! Kenapa kau cuma bermain- main serta berhura- hura saja, sementara itu ayahmu mengajakmu ketempat ini cuma untk menyembelihmu.

Lihat, dia membawa tali serta sebilah pedang,”

“ Kau dusta, memangnya mengapa bapak mesti menyembelih diriku?” jawab Ismail a. s dengan heran.

“ Ayahmu menyangka kalau Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis meyakinkannya.

“ Demi perintah Allah! Saya siap mendengar, patuh, serta melakukan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail a. s dengan mantap.

Pada saat Iblis hendak merayu serta menggodanya dengan perkata lain, tiba- tiba Ismail a. s memungut beberapa kerikil ditanah, serta langsung melemparkannya ke arah Iblis sampai butalah matanya sebelah kiri. Hingga, Iblis pun angkat kaki dengan tangan hampa. 

Sejarah Hari Raya Idul Adha, Kisah Nabi Ibrahim Dan Ismail | KISMATku



Ketika Rasulullah Saw Dalam Masa Kandungan

Sayyidah Aminah mengatakan,“ Ketika saya mengandung“ Kekasihku” Muhammad Shallallaahu‘ Alaihi Wasallam, di awal masa kehamilan- ku, yakni bulan Rajab.

Sesuatu malam, ketika saya dalam kenikmatan tidur, tiba tiba masuk seseorang pria yang sangat elok parasnya, wangi aroma- nya, serta nampak sekali pancaran cahayanya.

Ia mengatakan,“ Marhaban bika Ya Muhammad( Selamat datang untukmu Wahai Muhammad)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi“ Saya Adam, bapak sekalian manusia”

“ Apa yang engkau mau?”

“ Saya mau membawa berita gembira. Bahagialah engkau wahai Aminah, engkau tengah mengandung“ Sayyidil Basyar”( Pemimpin Manusia)”

Pada bulan kedua tiba seseorang pria, seraya mengatakan,“ Assalamu’ alaika Ya Rasulullah( Salam untukmu wahai utusan Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Tsits”

“ Apa yang engkau mau”

“ Saya mau menggembirakanmu, bergembiralah wahai Aminah, engkau tengah mengandung“ Shahibut Ta’ wil wal Hadits”( Pemilik Ta’ wil serta Hadits)”

Pada bulan ketiga tiba seseorang pria yang mengatakan,“ Assalamu’ alaika ya Nabiyallah( Salam untukmu wahai Nabi Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Idris”

“ Apa yang engkau mau”

“ Gembiralah engkau Ya Aminah, engkau tengah mengandung“ Nabiyir Ra- iis”( Nabi Pemimpin)”.

Pada bulan keempat tiba seseorang pria yang mengatakan,“ Assalamu’ alaika ya Habiballah( Salam untukmu wahai Kekasih Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Nuh”

“ Apa yang engkau mau”

“ Bahagialah wahai Aminah, engkau tengah mengandung“ Shahibun Nashri wal Futuh”( Pemilik Pertolongan serta Kemenangan)”.

Pada bulan kelima tiba seseorang pria yang mengatakan,“ Assalamu’ alaika ya shafwatallah( Salam untukmu wahai Sahabat Karib Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Hud”

“ Apa yang engkau mau”

“ Bergembiralah wahai bunda Aminah, engkau tengah mengandung“ Shahibusy Syafa’ ah fil yawmil Masyhud”( Pemilik Syafaat di Hari persaksian/ Hari kiamat)”.

Pada bulan keenam tiba seseorang pria yang mengatakan,“ Assalamu’ alaika ya Rahmatallah( Salam untukmu wahai kasih sayang Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Ibrahim Al- Khalil”

“ Apa yang engkau mau”

“ Bahagialah engkau Ya Aminah, engkau tengah mengandung“ Nabiyil Jalil”( Nabi yang Agung)”.

Pada bulan ketujuh tiba seseorang pria yang mengatakan,“ Assalamu’ alaika ya manikhtaarahullah”( Salam untukmu wahai orang yang sudah dipilih Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Isma’ il Adz- Dzabih( Yang disembelih)”

“ Apa yang engkau mau”

“ Gembiralah Ya Aminah, engkau tengah mengandung“ Nabiyil Malih”( Nabi yang Elok)”.

Pada bulan kedelapan tiba seseorang pria yang mengatakan,“ Assalamu’ alaika ya Khiratallah”( Salam untukmu wahai pilihan Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Musa putra Imran”

“ Apa yang engkau mau”

“ Berita gembira Ya Aminah, engkau tengah mengandung“ Man Yunzalu‘ alaihil Qur’ an”( Orang yang bakal diuturunkan padanya Al- Qur’ an)”.

Pada bulan kesembilan, ialah bulan Rabi’ ul Awwal, tiba seseorang pria yang mengatakan,“ Assalamu’ alaika ya Rasulullah”( Salam untukmu wahai utusan Allah)”.

Saya bertanya,“ Siapa engkau?”

Dia menanggapi,“ Saya Isa putra Maryam”

“ Apa yang engkau mau”

“ Gembiralah engkau Ya Aminah, engkau tengah mengandung“ Nabiyil Mukarram wa rasulil mu’ adham”( Nabi yang dimuliakan serta Rasul yang diagungkan)”.

Syaikh Nawawi Banten, Maulid Ibriz, hlm 17- 19. 

Kisah Kelahiran Nabi Muhammad Rasulullah Saw | KISMATku



Al Barra' bin Malik radhiallahu 'anhu

"ALLAH DAN SURGA"
 
Ia adalah salah Seseorang antara salah satu dari 2 bersaudara yg hidup mengabdi- kan diri buat Allah, serta telah mengikat janji dgn Rasulullah saw yg tumbuh dan berkembang seiring masa.

Yang pertama dengan nama Anas bin Malik khadam Rasulullah saw Ibunya yg ber- nama Ummu Sulaim membawa- nya pada Rasul, sedang usianya pada waktu tersebut baru 10 tahun, sembari mengatakan:" Ya Rasulallah! Ini Anas, pelayan anda yang bakal melayani anda, doakanlah dia kepada Allah!"

Rasulullah mencium anak tersebut antara kedua matanya setelah itu mendoakannya, doa mana senantiasa menuntun umurnya yang panjang ke arah kebajikan serta keberkahan. Rasul telah mendoakannya dengan ucapan- ucapan berikut:

" Ya Allah banyakkanlah harta serta anaknya, berkatilah dia serta masukkanlah dia ke surga"

Dia hidup, hingga usia 99 tahun serta diberi- Nya anak dan cucu yg banyak begitu pula Allah memberi- nya rizqi, berbentuk kebun yang luas serta subur, yang dapat menghalalkan panen buah- buahan 2 kali dalam setahun.

Yang kedua dari 2 bersaudara itu ialah Barra bin Malik. Dia termasuk kelompok terkemuka serta terhormat, menempuh kehidupannya dengan bersemboyan" Allah dan surga". serta barang siapa melihat- nya tengah berperang mempertahan- kan Agama Allah, tentu bakal melihat hal ajaib di balik ajaib!

Kala dia ber- hadapan pedang dgn orang- orang musyrik, Al- Barra bukan- lah orang yg cuma senantiasa mencari kemenangan, sekalipun kemenangan tergolong tujuan, tetapi tujuan akhir- nya merupakan mencari kesyahidan. Segala cita- citanya mati syahid, menemui ajal- nya di salah sesuatu gelanggang pertempuran dalam mempertahan- kan haq serta melenyap- kan kebathilan.

Ia tidak pernah ketinggalan dalam tiap pertempuran baik dengan Rasul maupun tidak. Pada sesuatu hari sahabatnya tiba mengunjunginya, dia lagi sakit, dibawanya air muka mereka sesudah itu katanya:

" Bisa jadi kamu khawatir saya wafat di atas tempat tidurku. Tidak, demi Allah, Tuhan tidak bakal menghalangiku mati syahid"

Allah betul- betul telah memberikan harapannya, dia tidak wafat di atas tempat tidurnya, tetapi dia gugur menemui syahid dalam salah satu peperangan yang terdahsyat.

Kepahlawanan Barra di medan perang Yamamah lumrah serta setimpal dengan sifat dan tabiatnya. Wajar buat seseorang pahlawan yang sehingga Umar mewasiatkan supaya dia jangan jadi komandan pasukan, oleh sebab keberaniannya yang luar biasa, keperwiraan serta ketetapan hatinya menghalau maut. Seluruh sifat- nya tersebut bakal menyebab- kan kepemimpinan- nya dalam pasukan membahaya- kan anak buah- nya dan bisa membawa kebinasaan.

Barra berdiri di medan perang Yamamah, dikala balatentara Islam yang lagi di bawah komando Khalid, bersiap- siap buat menyerbu. Dia berdiri& merasai detik- detik itu, ialah kala saat sebelum panglima- nya memerintah- kan maju, amat lama sekali, bertahun- tahun layak- nya. Kedua matanya yg tajam bergerak- gerak dgn cepat- nya menyelusuri seluruh medan tempur, seakan- akan lagi mencari- cari tempat bersemayam yg sebaik- baiknya buat seseorang pahlawan. Memanglah tidak ada yg menyibukkan- nya di antara seluruh perihal duniawi, kecuali tujuan Yang satu ini!

Diawali dengan berjatuhannya korban di pihak kalangan musyrikin penyeru kedhaliman serta kebathilan akibat ketajaman serta tebasan pedangnya al- Barra yang jitu. Setelah itu di akhir pertempuran, suatu sayatan pedang menimpa badannya oleh tangan seseorang musyrik, menyebabkan badan kasarnya jatuh ke tanah, sebaliknya badan halusnya menempuh jalannya membubung ke tingkatan yang paling tinggi ke mahligai para syuhada tempat kembalinya orang- orang yang beroleh berkah.

Seperti itu khayalannya dikala dia menantikan komando.

Khalid mengumandangkan takbir" Allahu Akbar", hingga majulah segala deretan barisan yang bersatu- padu menuju pada sasarannya, serta maju pula pengasyik maut Barra bin Malik.

Dia terus memburu anak buah& pengikut sang penipu Musailamah dgn pedang- nya, hingga mereka berjatuhan semacam daun kering di masa gugur. Tentara Musailamah bukan- lah tentara yg lemah& tidak banyak jumlah- nya. apalagi dia merupakan tentara murtad yg sangat beresiko. Baik bilangan ataupun perlawanan dan perjuangan habis- habisan prajurit- nya, adalah bahaya di atas segala bahaya!

Mereka membalas serbuan Kalangan Muslimin dengan perlawanan yang menggapai puncak kekerasannya sehingga hampir- hampir mereka mengambil alih kendali peperangan serta merubah perlawanan mereka menjadi serbuan balasan. Waktu itulah kecemaasan kegelisahan terasa merembes ke dalam barisan Kalangan Muslimin.

Melihat keadaan ini, para komandan serta pimpinan pasukan seraya terus bertempur berdiri di atas pelana, berseru dengan kalimat- kalimat yang membangunkankan semangat serta meneguhkan hati.

Barra bin Malik memiliki suara indah serta keras. Dia terpanggil oleh panglima Khalid, dimintanya buat buka suara. Hingga Barra juga menyerukan perkata yang penuh gemblengan semangat serta kepahlawanan, beralasan serta kuat. Wahai penduduk Madinah! Tidak ada Madinah untuk kamu saat ini. Yang ada cuma" Allah dan surga"

Perkataan itu menunjukkan jiwa pembicaranya, serta menarangkan sifat akhlaqnya. Benarlah, yang tinggal cumalah Allah dan surga! Sebab di dalam suasana serta tempat semacam ini, tidaklah wajar terdapat fikiran- fikiran kepada yang lain walaupun kota Madinah, ibu kota Negeri Islam, tempat rumah tangga, isteri dan anak- anak mereka! Sekarang tidak patut mereka berfikir ke situ! Karena apabila mereka sampai dikalahkan, sehingga tidak ada artinya kota Madinah lagi.

Kata- kata Barra ini menyerap laksana, laksana apakah?

Tiap tamsil apapun tidaklah tepat, sebab tidak seimbang dengan hasil yang ditimbulkannya.

Sehingga baiklah kita katakan saja, kata- kata Barra ini sudah menyerap serta itu telah lumayan. Serta dalam waktu yang tidak lama, suasana pertempuran pula kembali kepada keadaannya semula.

Kalangan Muslimin beroleh kemajuan bagaikan pendahuluan untuk sesuatu kemenangan yang gemilang. Serta orang- orang musyrikin tersungkur ke jurang kekalahan yang amat getir. Pada disaat itu

Barra bersama kawan- kawannya berjalan dengan bendera Muhammad saw hendak menggapai tujuan yang utama.

Orang- orang musyrik mundur serta melarikan diri ke belakang. Mereka berkumpul serta berlindung di sesuatu perkebunan besar yang mereka ambil selaku benteng pertahanan.

Pertempuran menjadi reda, serta semangat Muslimin agak surut. Jika begini naga- naganya, dengan siasat yang dipakai anak buah dan tentara Musailamah bertahan di perkebunan itu, bisa jadi suasana peperangan bakal berputar serta berganti arah lagi.

Sehingga di disaat yang genting itu, Barra naik ke sesuatu tempat yang ketinggian, kemudian berseru:" Wahai Kalangan Muslimin, bawalah saya serta lemparkan ke tengah- tengah mereka ke dalam kebun itu"

Bukankah telah kukatakan kepada kamu sekalian, kalau dia tidak mencari menang namun mencari syahid? Dia betul- betul sudah membayangkan kalau langkah ini merupakan penutup yang terbaik untuk kehidupannya, serta wujud yang terindah buat kematiannya. Sewaktu dia dilemparkan ke dalam kebun itu nanti, maka dia segera membukakan pintu untuk Kalangan Muslimin, serta bersamaan itu pedang- pedang orang musyrikin bakal melukai serta mengoyak- ngoyak badannya, namun di waktu itu pula pintu- pintu surga bakal terbuka lebar memperlihatkan kemewahan serta kenikmatannya buat menyambut mempelai baru serta mulia. 

Kisah Teladan Al Barra' Bin Malik r.a | KISMATku


Renungan

Dalam waktu relatif singkat, Islam berhasil memurnikan kejiwaan umat Islam dan menghilangkan cemar dan kotoran yang semula bermukim dalam batinnya, sehingga ia menjadi manusia baru, tidak berbohong, tidak mencuri, tidak berzina, tidak berkhianat, tidak curang, tidak suka memata-matai orang lain, ikhlas kepada aqidahnya lebih dari ikhlashnya kepada dirinya, patuh kepada perintah Allah dan RasulNya, setia kawan dan cinta kepada sesama saudaranya dalam Islam lebih dari setia kawannya terhadap keluarga dan kerabat sendiri, selama mereka tidak Islam.

 Ketika firman Allah dalam surah at-Taubah ayat 24 diturunkan (Katakanlah, 'jika ayah-ayah, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalannya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq'). Sejak itulah kaum Muslimin mengesampingkan semua kelezatan. Kelemahan insani terhadap ayah, anak, isteri, keluarga, harta kekayaan dan semua tuntutan hajat kemanusiaan, mereka letakkan semua itu diatas piring timbangan; kecintaaan kepada Allah, RasulNya, dan jihad di jalan Allah, mereka letakkan diatas piring timbangan yang lain. Ternyata, kecintaan mereka lebih berat kepada yang kedua. Dengan sendirinya, jiwa mereka menjadi terhormat dan meningkat, tidak suka bergelimang dengan nafsu hewani dan melepaskan diri dari keterikatan sifat bumi.

 Berikut ini contoh-contoh yang kami kutip dari sejarah kaum muslimin.

1.   Umar bin Sa'ad diasuh oleh bapak tirinya, Jullas bin Suwaid ibnush Shamit, setelah ayahnya wafat.

Pada suatu hari, ia mendengar Jullas menyerang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dengan kata-kata yang pedas, lalu ia menegur ayah tirinya itu, "Demi Allah, ya Jullas, engkau orang yang paling aku cintai, orang yang paling murah hati dan orang yang paling aku sayang jangan sampai terkena malapetaka. Akan tetapi, engkau mengatakan kata-kata yang menyakitkan hatiku. Kalau aku melawanmu, itu akan membuat kamu malu, tapi kalau aku diam, agamaku akan rusak dan kedua-duanya berat bagiku…"

Ia lalu meninggalkan rumahnya, pergi kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan memberitahukan soal Jullas kepada beliau. Demikianlah ia memenangkan ikatan agama diatas ikatan kekeluargaan dan dunia, meskipun ia menghadapi risiko kekurangan dan kelaparan.

2.   Ketika Zaid bin Datsinah hgendak dibunuh oleh kaum Quraisy, Abu Sufyan bin Harb menawarkan pembebasan kepadanya, "aku mengharap kau menjawab karena Allah, ya Zaid! Apakah kau senang sekiranya Muhammad ada disini menggantikan tempatmu dan kami penggal batang lehernya sedangkan kau akan kami bebaskan tinggal bersama keluargamu?".

Zaid menjawab dengan tegas, "Demi Allah, aku tidak suka Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam terikena tusukan sebuah duri sekalipun dan kau bebas di tengah-tengah keluargaku".

Komentar Abu Sufyan kepada kawan-kawannya, "aku belum pernah melihat seseorang yang mencintai orang lain seperti para shahabat Muhammad kepada Muhammad".

Kemudian mereka membunuh Zaid .  Zaid syahid, namun, "sekolah keimanan" berhasil mengeluarkan ribuan kaum muslimin yang men cintai agama dan RasulNya lebih dari dirinya sendiri.

3.   Dalam sebuah pertempuran, seorang Anshar bertengkar dengan seorang Muhajirin, lalu Abdullah bin Ubay, tokoh tertinggi kaum munafik, mengancamnya, "kalau kami kembali ke Madinah kelak, orang yang merasa dirinya terhormat akan diusir keluar oleh orang yang dihinakannya".

Banyak orang Islam menawarkan diri untuk membunuh Abdullah bin Ubay, tetapi Rasulullah selalu menolaknya. Sabdanya kepada Umar ibnul Khaththab, "ya Umar, bagaimana kata bangsa Arab kelak, Muhammad membunuh shahabatnya sendiri".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam lalu memanggil putra Abdullah bin Ubay seraya bertanya, "apakah kau mendengar apa yang dikatakan ayahmu?".

Ia balik bertanya keheranan, "apa katanya, ya Rasulullah?".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Dia mengatakan, 'kalau kami kembali ke Madinah kelak, orang yang merasa dirinya terhormat akan diusir keluar oleh orang yang dihinakannya".

Ia lalu berkata dengan gusar, "Allah dan RasulNya Maha benar, dan engkau, ya Rasulullah, demi Allah adalah orang terhormat dan mulia, dan dia adalah orang yang terhina. Sebenarnya penduduk kota Yatsrib tahu bahwa tidak seorang pun yang paling kasih sayang kepada kedua orang tuanya lebih dari aku, namun kalau Allah dan RasulNya menghendaki, aku siap membawa kepala keduanya kesini".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : "jangan!".

Ketika pasukan kembali ke Madinah, Abdullah bin Abdullah bin Ubay berdiri di pintu masuk kota Madinah dengan pedang terhunus, menantikan kedatangan ayahnya, seraya berkata, "ayahkah yang mengatakan, kalau kami kembali ke Madinah kelak,  orang yang merasa dirinya terhormat akan diusir keluar oleh orang yang terhina? Demi Allah, kini, ayah akan mengetahui apakah orang yang terhormat itu ayah atau Rasulullah. Demi Allah, aku tidak akan memperkenankan ayah masuk kota kecuali dengan izin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam …".

Renungan Dari Abu 'Ubaidah Ibnul Jarrah r.a | KISMATku



Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah radhiallâhu 'anhu

" Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung ". (Q.,s.58/al-Mujaadalah:22).

 Menurut beberapa ahli tafsir, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah.

Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah

Ibnul Jarrah adalah seoerang panglima yang cerita kemenangan dan suksesnya menjadi pembicaraan dunia. Ia adalah seorang yang mengesampingkan gemerlapnya dunia yang palsu dan menerjunkan dirinya ke dalam berabagai medan perang mencari mati syahid, tetapi selalu saja Allah memberinya hidup.

Dia seorang yang kuat yang dapat dipercaya, yang pernah dipilih oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjadi guru di Najran dan salah seorang diantara sepuluh orang yang dinyatakan akan mendapatkan surga.

Dia adalah soerang panglima yang pernah memohon kepada Allah supaya hari terakhirnya ditentukan di tengah-tengah tentaranya. Allah berkenan mengabulkan permohonannya itu.

Itulah garis-garis besar kepribadian amiinul ummah "kepercayaan umat Islam", Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah, penyebar kalimat "Allahu Akbar" di negeri Syam dan sekitarnya.

Ada orang yang bertanya kepada Abdullah bin Umar, "bagaimana dengan Ibnul Jarrah?".

"Rahimahullah! Dia seorang yang selalu berwajah cerah, baik akhlaknya dan seorang pemalu", jawab Abdullah.

Sejarah tidak mencatat masa-masa mudanya bersama dengan rekan-rekan sebayanya, tetapi sejarah merekam semua langkahnya ketika menuju ke Baitul Arqam, bergabung dengan kelompok orang-orang Mukmin yang telah memilih Islam sebagai agamanya, beriman kepada Allah sebagai Tuhannya, dan menerima Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai nabi dan rasulNya.

Menurut sejarah, Ibnul Jarrah tergolong orang pertama y ang menyambut seruan Islam. Ia bersama beberapa orang rekannya; Utsman bin Mazh'un, 'Ubaidah ibnul Harits bin Abdul Muththalib, Abdurrahman bin Auf, dan Abu Salamah bin Abdul Asad, pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebelum beliau membukan sekolah dan dakwahnya di Darul Arqam. Beliau menawarkan Islam kepada mereka dan membentangkan apa-apa yang berkenaan dengan agama itu, lalu mereka menerima tawaran itu dengan puas dan ikhlas. Sejak saat itulah, ia dan rekan-rekannya itu menjadi manusia baru, seakan-akan terputus hubungannya dengan manusia lama yang bergelimang kejahiliahan dalam keyakinan dan penyembahan berhala.

Pada waktu kaum Quraisy memaklumkan perang terhadap kelompok orang mukmin yang tiada berdaya dan berdosa, dengan melakukan pengejaran dan penyiksaan di luar abatas kemanusiaan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberikan izin kepada kelompok itu berhijrah ke Habasyah. Diantara para Muhajirin yang menyelamatkan agamanya dari keganasan kaum Quraisy itu ialah Abu 'U baidah ibnul Jarrah.

Meskipun sambutan dan penerimaan raja Habasyah sangat baik terhadap mereka, mereka diterima dengan hormat dan didekatkan dari majelisnya, semua kebutuhan dan hajat keluarganya dipenuhi, baik moral maupun material, namun semua itu tidak berarti bagi mereka daripada kehidupan di dekat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ; setiap hari mengikuti pelajaran dan bimbingannya, dalam upaya mempertebal keimanannya. Tidaklah heran, ketika mereka mendengar berita bahwa telah dicapai kesepakatan antara Muhammad dan kaum Quraisy, berita gembira itu membangkitkan semangat mereka  untuk segera pulang kembali ke Mekkah tanpa mengecek kebenarannya lagi. 
Setibanya mereka disana, mereka malah mendapat penyiksaan yang lebih ganas dari kaum Quraisy, sampai ada diantaranya yang tewas oleh dendam hitam yang memenuhi lubuk hati musuh terhadap tunas dakwah yang baru merintis itu. 

Akibat teror ganas kaum Quraisy itu, penduduk kota Mekkah hidup dalam ketakutan dan kegelisahan yang tiada terperikan. Ibnul Jarrah tak lama tinggal di Mekkah, begitu pula rekan-rekannya yang lain. Kaum Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berhasil keluar menembus kepungannya dan pergi berhijrah ke Yatsrib, tempat yang dijadikan model dan landasan bertolak nya Islam dan kaum Muslimin, negara tempat menggembleng para pahlawan, negarawan, alim ulama yang akan dilepaskan ke seluruh penjuru dunia untuk membimbing dan memimpin umat manusia  ke jalan Tuhan Yang Maha Satu, dengan rasa puas dan ikhlas.

Jalan antara Mekkah dan Yatsrib menjadi saksi ketika Ibnul Jarrah melepaskan kendali kudanya menggulung bumi dan bersaing dengan angin, mengikuti jejak rekan-rekannya yang sudah mendahuluinya  ke Yatsrib. Ketika sampai di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di Madinah, ia hampir tidak dikenal lagi karena debu padang pasir yang ditempuh tanpa henti hampir menutupi wajahnya. Setiba di sana, ia disambut baik oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Mu'az.

Saad bin Mu'az adalah orang yang telah mempersembahkan diri dan harta bendanya di jalan Allah dan tidak sudi berkompromi dengan kaum Yahudi, sesudah mereka mengkhianati perjanjian yang sudah mereka tanda tangani bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga ia terluka parah dalam perang Ahzab. Ia memohon kepada Allah Ta'ala agar jangan dimatikan sebelum matanya puas melihat Yahudi Bani Quraizhah dihukum. Ternyata, Allah mengabulkan doanya. Bani Quraizhah menolak keputusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan minta diputuskan oleh Sa'ad bin bin Mu'az, bekas sekutu mereka. Akhirnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meminta supaya Sa'ad memberikan keputusannya. Diputuskanlah; semua laki-laki Bani Quraizhah dibunuh, kaum wanita dan anak-anaknya ditawan dan harta bendanya dirampas.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkomentar atas keputusan Sa'ad itu, "engkau telah memberikan keputusan dengan hukum Allah dari atas langit yang ke tujuh".

Sejak menginjakkan kakinya di Yatsrib, sejak itu pulalah Abu 'Ubaidah mnganggap bumi itu sebagai tanah air agama dan dirinya yang harus dipertahankan mati-matian. Ia melakukan tugas kewajibannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Hal ini terlihat dari tidak pernah absennya di semua peperangan bersama dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam .

Dalam perang Badar, ia selaku tentara, harus senantiasa patuh kepada perintah panglimanya. Sebagai seorang mukmin, ia mempunyai pandangan, sikap dan garis tegas yaitu bahwa semua yang berperang di bawah panji  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang mengucapkan kalimat tauhid, mereka adalah saudara, keluarga dan kawan-kawannya, meskipun berbeda asal-usul, warna kulit dan darahnya. Semua yang berperang di bawah bendera Quraisy atau sekutu mereka, mereka adalah musuh aqidah dan lawan dirinya, meskipun mereka keluarga terdekatnya.

Dengan logika dan pemahaman seperti itu terhadap aqidah dan agamanya, dan perannya sebagai seorang mukmin, maka ketika ia melihat ayahnya ikut menghunus pedang di tengah-tengah pasukan kaum musyrikin, membunuh saudara-saudaranya sesama mukmin, majulah ia menghampirinya, tetapi ayahnya menghindarinya. Walaupun demikian, ia mengejarnya dan memberikan pukulan yang mematikan.

Ayahnya adalah kafir, menyekutukan Tuhannya dengan yang lain; kafir terhadap Tuhan Yang menciptakannya; ia mengangkat senjata hendak menumpas agama Tuhannya dan para pendukung agama tersebut. Oleh karena itu, ia sudah tidak berguna lagi bagi Tuhannya. Siapa yang hidupnya sudah tidak berguna bagi Tuhannya niscaya tidak berguna juga bagi seluruh umat manusia.

Dalam perang Uhud, ketika peperangan itu sudah mencapai puncaknya, dimana pihak musuh sudah berhasil mengepung ketat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan menjadikan beliau sebagai sasaran tunggal anak panah dan senjata lainnya, Abu 'Ubaidah dan beberapa orang rekannya menghunus pedangnya untuk melindungi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dari serangan ganas musuh sehingga darah mengucur dari wajah beliau dan beliau mengusahpnya dengan tangan kanannya seraya mengucapkan, "Bagaimana suatu kaum akan menang sedangkan mereka membiarkan nabi yang menuntunnya kepada Tuhannya lerluka wajahnya?".

Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallâhu 'anhu melukiskan peran yang dimainkan Abu 'Ubaidah dalam perang Uhud itu, "pada waktu itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam terkena dua kali bidikan anak panah pada tulang pipinya, lalu aku segera pergi menghampirinya. Ternyata dari sebelah timur ada orang lain yang mendahuluiku, menghampirinya dengan cepat pula. Aku berkata, "Ya Allah, jadikanlah hal itu sebagai kepatuhan kepada Mu".

Sesudah itu, sampailah aku di dekat Rasulullah. Aku melihat Abu 'Ubaidah sudah sampai terlebih dahulu, lalu ia berkata, "Ya Abu Bakar, aku mohon kau membiarkan aku melepaskan panah itu dari wajah Rasulullah !". Aku membiarkan Abu 'Ubaidah melepaskan  mata anak panah itu dengan gigi depannya dan ia berhasil mencabutnya, tetapi ia terjatuh ke tanah dan giginya pun patah.

Selanjutnya, ia mencabut mata anak panah yang kedua hingga gigi depannya yang satunya patah juga. Sejak itu, Abu 'Ubaidah ompong gigi depannya.

Dalam perang Dzatus Salaasil, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menugaskannya memimpin pasukan para shahabatnya (diantaranya Abu Bakar dan Umar) sebgai bala bantuan untuk Amru bin Ash. Setibanya pasukan itu, Amru berkata kepadanya, "Ya Aba 'Ubaidah, kau didatangkan sebagai bala bantuan untuk pasukanku".

Abu 'Ubaidah menjawab, "Tidak.. Aku dengan pasukanku dan kamu dengan pasukanmu, masing-masing memimpin pasukannya".

Amru bin Ash menolak adanya banyak pemimpin, ia tetap menganggap pasukan Abu 'Ubaidah yang baru datang itu harus ada di bawah pimpinannya sebagai bala bantuan.

Abu 'Ubaidah berkata, "Ya Amru, Rasululllah Shallallahu 'alaihi wasallam melarangku , kalian berdua jangan berselisih!. Apabila engkau membangkang kepadaku, biarlah aku yang patuh kepadamu!".

Alangkah indahnya kata-kata dan sikapnyaitu?".

Demikianlah, Islam berhasil menciptakan manusia model, insan kamil yang diasuh Tuhannya, ruh dan kalbunya dimumikan dari sifat-sifat kebumian dan keremehan manusiawi.

Alangkah jujurnya kata-kata itu dalam nilai kejantanan seseorang, "kalau kau membangkang kepadaku, biarlah aku yang patuh kepadamu", pada saat kepentingan jamaah kaum muslimin dan agama Islam menuntut persatuan dan kekompakan.

Pada suatu waktu, datanglah perutusan dari Najran kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam meminta supaya bersama mereka dikirimkan seorang agama, mengajarkan hukum-hukum syariat kepada mereka, dan merangkap sebagai penengah (hakim) apabila terjadi perselisihan antara mereka.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berjanji kepada mereka, "nanti malam, kalian datang kembali, aku akan mengirimkan bersama kalian seorang yang terpercaya".

Umar ibnul Kaththab bercerita tentang hal itu, "aku belum pernah ingin mendapatkan pangkat lebih dari itu apda waktu itu, mudah-mudahan akulah orang yang dimaksudkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam itu, Aku pergi menantikan waktu zhuhur. Sesudah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat zhuhur, beliau menoleh ke kanan dan ke kiri seperti ada yang dicari. Aku menjulurkan kepalaku supaya beliau melihatku, tetapi beliau masih saja mencari hingga beliau melihat Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah, lalu beliau berseru: "kau pergi bersama mereka dan putuskan sengketa yang terjadi antara mereka dengan sebenar-benarnya".

Demikian keterangan yang jujur dari Umar ibnul Khaththab.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tiap-tiap umat memiliki orang kepercayaan dan kepercayaan umat ini adalah Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah".
Tepat sekali sebda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam itu, ibnul Jarrah adalah seorang kepercayaan dalam akhlaknya, tidak seorang muslimpun merasa dirugikan olehnya.

Ia kepercayaan dalam agamanya, ia berusaha keras menggalakkan dakwah secara merata. Ia kepercayaan dalam memelihara batas-batas negara sehingga semua pihak menghargai kewibawaan dan kekuasaannya.

Bagaimana tidak demikian, dia adalah salah seorang dari sepuluh orang pertama yang masuk Islam dan salah seorang dari sepuluh orang yang dinyatakan akan mendapatkan surga.

Sesudah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam wafat, banyak orang yang datang hendak membaiat Abu 'Ubaidah menjadi khalifah, tetapi ia menjawab, "apakah kalian datang kepadaku sedangkan di tengah-tengah umat ini masih ada orang yang ketiga".

Yang ia maksudkan adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, sesuai dengan apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abu Bakar di Gua Hira', "Di waktu dia berkata kepada temannya,'janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Allah beserta kita". (Q,,s. at-Taubah: 40).

Pada waktu itu, Umar ibnul Khaththab radhiallâhu 'anhu termasuk salah seorang yang datang kepadanya, seraya berkata, "ulurkan tanganmu, aku akan membaiat kau, hai kepercayaaan umat, seperti yang dikatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ".

Abu 'Ubaidah, menjawab, "belum pernah aku meolihat kau tergelincir seperti sekarang sejak engkau Islam. Apakah kau akan membaiatku, sedangkan ash-Shiddiq, shahabat kedua Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di Gua Hira', ada di tengah-tengah kita?".

Rupanya teguran Abu 'Ubaidah itu menyadarkan Umar. Ia lalu mengirimkan orang untuk memanggil Abu Bakar di rumah Aisyah, Ummul Mukminin, lalu ketiganya pergi ke Saqifah Bani Saa'idah. Setibanya disana, mereka mendapatkan kaum Anshar sedang melakukan rapat. Abu Bakar bertanya keheranan, "ada apa ini?".

Mereka menjawab, "dari kami diangkat amir dan dari kalian juga diangkat amir".

Abu Bakar ash-Shiddiq berkata: "para amir dari kami dan para wazir (menteri) dari kalian". Sambutnya lagi, "aku setuju kalau kalian mengangkat salah seorang diantara dua orang ini; Umar ibnul Khaththab dan Abu 'Ubaidah, kepercayaan umat ini".

Kedua orang itu menyatakan, "Tidak mungkin ada seorangpun yang mengungguli kedudukanmu, ya Aba Bakar!". Keduanya lalu membaiatnya.
Itulah para pengikut dan shahabat Muhammad, yang telah mendapatkan gemblengan Al-Qur'anul Karim dan mendapatkan rintisan tata cara hidup melalui petunjuk dan pengajarannya.

Suatu waktu, Umar ibnul Khaththab radhiallâhu 'anhu selaku khalifah Islam mengangkat Abu 'Ubaidah menjadi komandan pasukan kaum muslimin di Syam, menggantikan Khalid bin Walid .  Pada waktu itu, Khalid sedang ada di medan perang menggempur musuh-musuh Islam. Ia tidak segera memberitahukan berita pengangkatannya dan pemecatan Khalid itu, sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasanya. Sesudah Khalid mendengar berita pemecatannya dan pengangkatan Abu 'Ubaidah sebagai penggantinya maka dalam serah terima jabatan itu, Khalid berkata, "kini, telah diangkat untuk memimpin kalian kepercayaan umat ini, Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah".

Abu 'Ubaidah menyambut perkataan itu, "aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Khalid adalah salah satu dari pedang-pedang Allah, ya pemuda idaman".

Itulah jabatan kepanglimaan, tetapi tidak menyombongkan mereka. Itulah kepangkatan dan jabatan tinggi dunia, namun mereka tidak lupa daratan karena risalah atau misi mereka terbatas dan tugas mereka jelas, seperti yang dikatakan Rabi' bin Amir, "Allah telah mengirimkan kami untuk mengeluarkan orang yang Dia kehendaki diantara hamba-hambaNya, dari mengabdikan diri kepada hambaNya kepada pengabdian diri kepada Allah semata".

Kalau jabatan dan kepangkatan tidak bisa menggiurkan dan menggugurkan mereka, begitu pula dengan bujuk rayu dunia lainnya.

Pada suatu waktu, Umar ibnul Khaththab mengirim uang kepada Abu 'Ubaidah sebesar empat ribu dirham dan empat ratus dinar, lalu ia berpesan kepada pesuruhnya, "perhatikan apa yang dilakukannya".

Sesudah uang itu dibagi-bagikan, pesuruh itu melaporkan kepada khalifah Umar. Umar berkata: "Alhamdulillah, yang menjadikan dalam kalangan kaum muslimin orang yang melakukan hal itu".

Ketika khalifah Umar datang ke negeri Syam, ia dijemput oleh para perwira militer dan pejabat sipil. Ia bertanya, "mana saudaraku?".


Mereka bertanya keheranan, "siapa dia, ya Amiral Mukminin?".

Ia menjawab,"Abu Ubaidah".

Mereka menjawab, "Ia segera datang".


Tak lama, ia datang dengan menunggang seekor unta, lalu ia memberikan salam kepada khalifah. Khalifah lalu memerintahkan para penyambutnya pulang kembali dan membiarkannya bersama Abu 'Ubaidah. Keduanya pergi ke rumah Abu 'Ubaidah. Setiba di sana, Khalifah Umar tidak melihat sesuatu apapun selain pedang dan perisainya. Umar bertanya kagum, "mengapa kau tidak memiliki sesuatu?".

Abu 'Ubaidah menjawab, "ya Amiral Mukminin, ini pun akan menghantarkan kita ke tempat peristirahatan kita".

Umar tidak melihat perabotan dan perhiasan mewah di rumahnya karena ia bukan seorang yang senang duduk-duduk di rumah, tetapi seorang lapangan yang selalu memandang jauh kepada apa yang ada di balik kehidupan ini.

Kisah Teladan Abu 'Ubaidah Ibnul Jarrah r.a | KISMATku

Subscribe Our Newsletter